Aspirasi Jabar || Jakarta - Perwakilan yang terdiri atas Zainal Arifin, Hasan, dan Irvan itu diterima di lokasi pengaduan di Kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jalan Kebon Sirih No 14, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024) pagi.
GCL adalah kawasan lahan kebun kelapa di Cianjur Selatan, Jawa Barat, yang dikelola PT Agro Agrabinta Persada (APP) dengan CEO Muhammad Tantan.
Tantan dan timnya menjual lahan atau kavling kebun kelapa itu secara umum dengan skema investasi syariah mulai tahun 2018.
Untuk 1 kavling kebun kelapa dengan luas 500 meter persegi dijual seharga Rp30 juta-40 juta.
Dengan gimik sangat meyakinkan, disertai endorsement sejumlah pejabat di Kabupaten Cianjur dan selebritas ternama Tanah Air, Tantan berhasil menggaet ratusan pembeli dari berbagai daerah di Indonesia.
Ratusan pembeli itu tertarik karena APP juga menjanjikan bagi hasil sebagai passive income sebesar Rp1 juta-2 juta per bulan dari pengelolaan setiap 1 kavling selama 10 tahun.
Beberapa pembeli tercatat membeli lahan hingga puluhan kavling.
Sebagian kecil dari mereka sempat mendapatkan bagi hasil sebanyak tiga sampai empat kali, tetapi jumlahnya tak sesuai perjanjian atau dibawah Rp1 juta.
Para pembeli kemudian menggelar pertemuan hingga tiga kali dengan Tantan untuk penyelesaian masalah itu.
Tantan sepakat untuk mengembalikan dana (refund) kepada seluruh pembeli, yang dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai.
Akan tetapi, Tantan kemudian malah menghilang entah ke mana.
Sejumlah perwakilan pembeli lahan sempat mendatangi rumahnya di Bogor, tetapi dia selalu tidak berada di tempat.
Curiga karena Tantan tak bertanggung jawab, sebanyak 200 pembeli akhirnya melaporkan masalah itu ke Bareskrim Polri pada tahun 2022, yang diawali dengan unjuk rasa di lokasi.
Bareskrim sempat mengarahkan pengusutan kasus itu untuk ditangani Polda Jawa Barat dengan alasan lahan kebun kelapa berada di Cianjur, meski peristiwa hukumnya seperti transaksi, perjanjian bagi hasil, dll dilakukan di Jakarta.
Setelah sejumlah pembeli diperiksa sebagai saksi secara maraton oleh Polda Jawa Barat, penanganan kasus itu kemudian beralih ke Polda Metro Jaya.
Sejumlah pembeli kembali diperiksa dari awal oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Dalam laporan perkembangan hasil penyelidikannya pada 9 Desember 2024, Polda Metro Jaya menyampaikan telah memeriksa sejumlah orang sebagai saksi, terutama keluarga dan manajemen PT APP.
Namun, tuntutan utama para pembeli, yakni agar Tantan segera ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, belum tercapai.
"Kami menginginkan agar kasus ini ditindaklanjuti secepat mungkin karena sudah sejak tahun 2022 melapor ke polisi," ucap Zainal Arifin dalam pengaduannya ke Sekretariat Lapor Mas Wapres.
Apalagi, sudah ada beberapa pembeli yang meninggal karena depresi menanti refund dari Tantan yang tak kunjung terjadi.
Dalam pengaduan itu, pemanggilan saksi korban juga diminta tidak harus 200, sesuai jumlah pelapor ke Polda Metro Jaya, tetapi cukup 43 orang yang telah dimintai keterangan.
Alasannya, sebut Zainal, banyak korban yang berada di luar Pulau Jawa dengan kondisi ekonomi dan kesehatan yang sudah tak mendukung.
"Kami juga meminta agar Tantan secepat mungkin ditangkap," tegas Zainal, yang juga dikenal sebagai advokat LBH Jarak Jakarta. Rls.