Aspirasijabar || Bandung - Masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Relawan Aswaja sedang mendorong proses politik berupa Hak Angket di DPRD Provinsi Jabar atas berbagai persoalan yang menyedot anggaran dengan nilai sangat fantastis, mencapai triliunan rupiah.
Diantaranya dugaan skandal dana hibah kepada organisasi keagamaan, anggaran pembangunan masjid Aljabar serta program petani milenial.
” Nilainya sangat besar hingga triliunan rupiah. Untuk itu kami sedang mendorong proses hak angket di DPRD tujuannya biar menjadi terang benderang bagaimana proses pengalokasian, penggunaan dan pertanggungjawaban APBD Provinsi Jawa Barat , ” ujar Abdul Latif Kordinator Komunitas Relawan Aswaja melalui siaran persnya, di Bandung, Senin (20/02/2023).
Disampaikan Latif permasalahan yang ada sangat serius dan perlu disikapi DPRD Provinsi Jabar dalam fungsi pengawasannya. Tapi Latif menilai sikap DPRD Provinsi Jabar terkesan melempem mengawasi kinerja gubernur Ridwan kamil.
” DPRD Jawa Barat kok seperti nggak greget, terkesan melempem mengawasi kinerja Gubernur. Apa anggota dewan telah di hegemoni tim akselerasi pembangunan bentukan Ridwan Kamil, ” jelasnya
Disebutkan Latif, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan beberapa anggota DPRD Jabar. Dan telah menyatakan kesiapan untuk mengusulkan hak angket.
Saat ini pengumpulan tandatangan terus dilakukan untuk mendukung hak angket. Hak angket juga sudah diinisiasi oleh salah satu anggota DPRD Provinsi Jabar. Tahap pelaksanaan hak angket selanjutnya tinggal didorong menjadi sikap kelembagaan di DPRD Jabar.
” Pengumpulan tandatangan sebagai bentuk dukungan terhadap hak angket terus dilakukan. Apalagi sebelumnya sudah diinisiasi oleh anggota DPRD Jabar Bung syahrir. Langkah lanjutan tinggal bagaimana ini menjadi sikap kelembagaan, baik fraksi maupun sikap komisi, ” tuturnya.
Menurut Latif dari beberapa permasalahan yang tengah menjadi sorotan publik tersebut, yang janggal salah satunya program Petani Milenial. Dan DPRD Provinsi Jabar harus responsif karena ada dugaan penyelewengan anggaran.
Soal petani milenial, tidak hanya menyangkut tagihan kredit Bank BJB terhadap peserta petani milenial senilai 400 juta rupiah melainkan adanya mis-manajemen yang fatal.
” Dalam implementasi program, diantaranya bagaimana pinjaman peserta bisa dialihkan ke rekening PT Agro Jabar sehingga menabrak peraturan perbankan, ” bebernya.
Masalah lainnya adalah tidak komitmennya ‘off-taker’ untuk membeli hasil panen peserta dan dugaan terjadinya duplikasi anggaran antar dinas yang terlibat dalam melakukan pembinaan dan pendampingan peserta.
Diungkapkan Latif hal lainnya yang menjadi pertanyaan penyelenggaraan, apa alasan pelatihan Petani Milenial yang laksanakan di hotel bintang lima ? Yang tentunya membutuhkan anggaran yang besar.
Belum lagi tak ada kejelasan mengenai dimana saja daerah sebaran peserta Petani Milenial tersebut. Dan bagaimana keberlanjutan program tersebut sehubungan akan dilaksanakan pemutusan kontrak setelah setahun berjalan ?
” Masalah ini mencuat karena masyarakat merasa dirugikan. Ada salah satu kelompok Tanaman Hias yang merasa menjadi korban dugaan manipulasi dari program tersebut, ” pungkas Latif yang juga pengurus LDNU PB NU Pusat tersebut.
Editor : dasri