Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak saat memberikan keterangan pers.
Aspirasijabat | Jakarta - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun, Mince Ginting, Aries Ginting dan Desi Ginting yang memvonis seorang ayah kandung inisial JB (38) yang melakukan persetubuan paksa terhadap putrinya sendiri dengan hukuman kurungan selama 12 tahun penjara dan denda Rp. 800 juta subsider 6 bulan kurungan penjara lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut umum sudah sepatutnya mendapat apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya dari Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Sebelumnya JPU hanya menuntut 10 tahun penjara denda Rp. 800 juta subsider 1 tahun karena terdakwa terbukti menyetubui putrinya yang masih berusia 12 tahun.
Putusan PN Simalungun patut diapresiasi, walaupun belum memuaskan semua pihak dan mungkin juga korban dan pihak-pihak lain, namum Majelis Hakim telah menimbang rasa keadilan korban.
Harapan banyak orang dan banyak pihak, berdasarkan ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang UU Nomor :01 tahun 2016 tentang perubahan kedua tentang Undang-undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak JB (38) patut mendapat hukuman pidana maksimal 20 tahun dan atau seumur hidup karena dilakukan orangtua kandung korban yang seyogianya melindungi dan menjaga martabat anaknya sendiri, demikian disampaikam Arist Merdeka Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya yang dibagikan kepada sejumlah media di kantornya Jakarta Rabu 05/05.
Harapan Komnas Perlindungan Anak, keputusan Majelis Hakim Simalungun ini menjadikan efek jera bagi predator dan monster kejahatan seksual terhadap anak,dan juga menjadi kewaspadaan bagi anak bahwa predator dan monster kejahatan seksual itu ada disekitar kita dan adalah orang terdekat, seperti ayah, kakak, paman, guru, dan teman sebaya. Tegas Arist.
Menurut Hakim remaja 12 tahun itu diancam akan dipukul jika memberitahukan hal itu kepada ibunya maupun pamannya " Awas kalau kau kasih tahu kepada ibumu dan kepada siapapun, ku pukul kau nanti".
Perbuatan itu dilakukan terdapat JB sejak Juni 2020 hingga November 2020 di kamar tidur rumahnya secara berulang-ulang saat istrinya yaitu Ibu korban bekerja di ladang.
Ayah bejat itu menarik Putrinya kedalam kamar tidur, saat korban asyik nonton TV.
Secara paksa korban disetubuhi berulang akibatnya korban kehilangan kegadisannya sesuai dengan Visum (VER) Nomor : 3 5 8 11 2020 tertanggal 5 November 2020 yang ditandatangani dokter Fransiskus menyimpulkan bahwa selaput dara korban sudah tidak utuh lagi akibat dilalui benda tumpul atau sejenisnya, demikian kesimpulan majelis Hakim saat membacakan putusan atas perkara ini.
Atas peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan orangtua ini, dan jumlah kejahatan seksual yang terus meningkat, sudah sepatutnya dan segera pemerintah Kabupaten Simalungun mencangkan gerakan Perlindingan anak berbasis keluarga dan kampung dengan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai "pelopor dan pelapor" terhadap perlindungan anak, demikian Arist mrngakhiri keterangan persnya.
Red,