(Pelaku terancam pidana penjara dan diberhentikan dari jabatannya)
Aspirasijabar.net, Jakarta - Komnas Anak : Kasus kekerasan yang disertai penganiayaan dan penyiksaan terhadap seorang anak berinisial MRS (16) warga Lembata yang diduga dilakukan ASN salah seorang pejabat dilingkungan Pemda Lembata, NTT mendapat atensi serius dari Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), (18/01/20).
Demi kepastian hukum, Arist mendesak Polres Lembata segera menangani kasus ini sampai tuntas dan berkeadilan bagi korban serta segera menahan dan menindak tegas penganiaya anak dibawah umur tersebut."
"Tidak ada kata damai terhadap kekerasan yang disertai dengan penganiayaan terhadap anak", hal ini disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait ketika menerima pengaduan dari komunitas masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang datang dari Lembata di kantornya di bilangan Jakarta Timur Kamis 16/01/20.
Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa kekerasan disertai dengan penganiayaan terhadap anak ini perlu mendapat perhatian serius, karena kekerasan yang disertai dengan penganiayaan ini merupakan pelanggaran berat hak anak. Disamping itu tindakan ini sangat tidak terpuji dan menjadi contoh yang tidak baik pula apalagi dilakukan oleh ANS sebagai salah satu pejabat pemerintah yang semestinya memiliki kesadaran untuk memberikan perlindungan bagi anak secara khusus dan kepada masyarakat Lembata secara umum, ungkapnya Kamis 16 Januari 2020.
Menurut Arist, kalaupun ada dugaan korban melakukan pencurian handphone seperti yang dituduhan keluarga pelaku kepada korban yang kemudian tidak dapat dibuktikan setelah mendapat pemeriksaan di kantor polisi.
Sesungguhnya sebagai seorang pejabat dilingkungan pemerintahan Lembata ada mekanisme penyelesaiannya yang lebih baik yang dapat digunakan bukan dengan cara main hakim sendiri dengan menggunakan kekuasaan.
Karena itu, bersesuaian dengan ketentuan pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang berbunyi bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan dan atau kekerasan, penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi junto pasal 80 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp. 72 juta, junto UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan demikian Komnas Perlindungan anak mendesak Polres Lembaga untuk segera menangkap dan menahan terduga pelaku dan jangan membiarkan begitu saja kasusnya tanpa kepastian dan kejelasan hukum.
Jika kasus ini dibiarkan mengambang dan berlalu begitu saja, apalagi atas kasus penganiayaan ini sudah cukup bukti (visum dan saksi-red) ditakutkan akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan kepercayaa masyarakat kepada aparatus penegak hukum di Lembata, NTT.
Oleh sebab itu semua pihak harus peduli terhadap penegakan hukum sebagai upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Lembata, tegas Arist.
Kekerasan fisik dan psikis disertai dengan penganiaan yang mengakibatkan luka dan lebam pada tubuh korban, Arist mengatakan bahwa tindakan para pelaku sudah dapat dikategorikan tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan merendahkan martabat kemanusiaan.
Pembiaran dan kelambanan penanganan atas kasus ini menjadi bukti bahwa masyarakat dan orang dewasa sudah bertindak sewenang-wenang dengan cara menggunakan kekuasaannya untuk melindas dan mengabaikan hak anak untuk memperoleh perlindungan.
Lebih lanjut Arist menjelaskan sesungguhnya setiap anak membutuhkan perlindungan khusus dari semua pihak, karena anak dalam posisi lemah, tak berdaya dan sebagai individu yang belum mampu membelah dan melindungi dirinya sendiri.
Dengan demikian anak dalam situasi apapun patut mendapat perlindungan dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara serta orang-orang dewasa yang ada disekitar kehidupan sosial anak.
Bentuk perlindungan pemerintah dan negara terhadap anak tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perlindungan serta menindak pelaku kejahatan dan pelanggaran hak anak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Disamping itu pemerintah dan negara juga wajib hadir dan bertanggungjawab atas pemulihan dan rehabilitasi sosial anak yang menjadi korban penganiayaan.
Lebih lanjut Arist Merdeka Sirait menjelaskan, untuk memastikan proses hukum yang berkeadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak akan segera menurunkan Tim Advokasi dan Rehabilitasi Sosial Anak untuk bertemu korban dan keluarganya dan berkordinasi dengan Polres Lembata dan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengetahui dan mengungkap tabir apa penyebab kelambanan menindaklanjuti laporan korban. "Kan sudah sudah cukup bukti, apalagi kendalanya", tegas Arist mengakhiri penjelasannya.
(Red/Kus)