Aspirasijabar.net - Bogor, Belum lagi usai penanganan hukum kasus perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual komersial berkedok "kawin kontrak" dengan warga negara Timur Tengah yang minggu lalu berhasil dibongkar Satkrimum Polres Bogor di kawasan Puncak Cisarua Bogor, masyarakat khusus masyarakat Jawa Barat dikejutkan kembali atas berhasilnya Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur Jawa Barat mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Villa Kotabumi Dusun Sukanagalih Kecamatan Sukanagalih, Kabupaten Cianjur.
Sebanyak 4 tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berhasil ditangkap yakni F, A,D, E dan K dengan jumlah korban 11 orang perempuan berusia anak dan 1 orang laki-laki menjadi "lady boy" kata Kabid humas Polda Jabar Kombes Polisi Drs. Erlangga dalam keterangan tertulisnya kepada sejumlah media Jawa Barat, Sabtu 28 Desember 2019.
Dengan terungkap tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan eksplotasi seksual komersial dan ekonomi ini, tidaklah berlebihan jika KOMNAS Perlindungan Anak memberikan apresiasi dan ucapan terima yang setulus-tulusnya kepada Polres Cianjur dan jajaran Satkrimum Polres Cianjur, demikian juga kepada Satkrimum Polres Bogor atas kerja cepat mengungkap kasus perdagangan manusia di dua tempat berbeda.
Jika di Sambas dan di kota Singkawang Kalimantan Barat sedang menjadi trend "pengantin anak pesanan" untuk kebutuhan komunitas internasional (warga negara Cina dan Taiwan untuk mencari keturunan khususnya anak laki-laki-red) dengan cara melakukan prosesi perkawinan resmi kemudian memboyong pasangannya keluar wilayah hukum Indonesia seperti ke Tiongkok, Hongkong dan Taiwan.
Berbeda dengan kasus yang terjadi di Kawasan Wisata Puncak Bogor, para mucikari menawarkan prostitusi anak kepada warga negara Timur Tengah berkedok "kawin kontrak" untuk waktu tertentu dan atau sesuai kebutuhan dan waktu tinggal wisatawan.
Dengan cara seolah-olah kawin resmi (legal ptostitution-red) itu umumnya mereka bisa tinggal dan berbaur dengan masyarakat dengan cara menyewah rumah dan atau villa yang tersedia di Kawasan Wisata Puncak Bogor, demikian temuan lapangan KOMNAS Perlindungan Anak.
Terbongkarnya kasus perdagangan orang untuk eksploitasi seksual komersial yang terjadi di Cianjur ini telah membuktikan bahwa perbudakan seksual anak (child sexual bonded-red) telah mengancam dan menghancurkan kehidupan dan masa depan anak. Dengan demikian tidak ada toleransi dan kompromi terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan apapun bentuknya ini, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menyikapi terbongkarnya perdagangan manusia di Cianjur
Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menyampaikan keterangan pers di kantornya menyikapi terbongkarnya perdagangan manusia untuk tujuan seksual komersial di Cianjur Jawa Barat. |
Menurut keterangan Kombes Pol. Erlangga dari tangan 4 tersangka telah mengamankan barang bukti berupa 12 handphone berbagai merek, 25 lembar uang pecahan Rp100.000, satu unit kendaraan Daihatsu Xenia warna abu-abu dengan nomor polisi B 1687 BC, satu unit kendaraan Toyota Avanza warna abu-abu metalik dengan Nomor Polisi D 1180 VZ dan satu unit kendaraan Toyota Avanza warna hitam metalik dengan nomor polisi B1231 TZE.
Adapun modus operandi yang dilakukan 4 tersangka yaitu dengan cara pelaku mengangkut memindahkan dan melakukan eksploitasi secara seksual maupun ekonomi dengan cara menawarkan para korban kepada pria berkebangsaan Timur Tengah di kawasan Villa Kota Bunga Bunga Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Setelah transaksi para pelaku mendapatkan keuntungan untuk kepentingan pribadi kata Erlangga.
Aris Merdeka Sirait mendorong Polres Cianjur untuk menjerat para pelaku dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor : 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000 dan paling banyak Rp600.000.000,
Sedangkan untuk memulihkan traumatis bagi 11 korban, Komnas Perlindungan Anak meminta Perwakilan Komnas Anak di Jawa Barat untuk membentuk tim layanan pemulihan dan rehabilitasi sosial bagi korban, termasuk advokasi dan pendampingan hukum, tambah Arist.